Postingan

Menampilkan postingan dari September 7, 2014

Kisah Klasik Putih Abu-Abu

Udara Pagi terasa sejuk. Matahari yang baru muncul pun terasa hangat saat membelai kulit. Jam baru menunjukkan pukul 06.00 pagi. Tetapi para pelajar SMA yang terletak di wilayah Bekasi Barat tampak sudah mulai berdatangan. Hari ini adalah tepat hari penerimaan Siswa baru untuk para pelajar SMA, Setelah berhasil Lulus dari SMP. Para siswa pun mulai sibuk mencari kelas mereka yang baru, karena mereka adalah para siswa baru dan belum tahu letak kelas mereka yang baru, begitu juga masih banyak sekali yang salah masuk kelas. Seorang gadis cantik, berambut panjang bergelombang hitam berkilau melangkah bersama beberapa temannya sedang asik bercanda, lalu saya pun menghampirinya dengan keadaan bingung. “Permisi semuanya, boleh saya menanyakan satu hal?” Tanya tiara kepada mereka “iya, silahkan, mau tanya apa?” jawab mereka dengan ramah “kelas X. 4 di mana ya?, tiar bingung mencarinya” “wahh, tepat sekali, ini kelasnya” jawab Rina, gadis cantik berambut pan

Selamat, Anda Tersesat!

Selamat, Anda Tersesat! Waktu kecil, saya pernah hilang di antara kerumunan orang banyak. Kejadiannya sangat singkat. Di satu saat saya sedang berdiri berdampingan dengan ayah saya di depan etalase toko sepatu, dan di saat lainnya saya meraung di tengah arak-arakan massa yang mengiringi jalannya sepasang Ondel-Ondel. Usia saya sekitar empat, lima tahun. Pikiran saya langsung kalut. Saya yakin saya tersesat dan takkan pernah lagi menemukan jalan pulang. Tapi saya tetap berusaha. Apa hal terakhir yang saya ingat? Mobil! Logika saya saat itu, dua puluh delapan tahun lalu, berbunyi: “Bila saya menunggu di samping mobil, saya aman. Orangtua saya pasti kembali ke mobil mereka sebelum pulang.” Namun begitu saya tiba di tempat parkir, saya menemukan begitu banyak mobil berjajar dari ujung ke ujung hingga saya tak ingat lagi yang mana mobil keluarga saya. Saya hanya ingat warnanya putih. Dan warna itu ada di mana-mana. Saya melongok

Buku Harian Anne Frank

Gambar
Buku Harian Anne Frank September 11, 2012 Selama 75 tahun sejak pertama kali diterbitkan, Het Achterhuis atau yang lebih dikenal dengan “The Diary of A Young Girl” telah menuai banyak simpati dari pembaca sastra dan non-sastra, serta penyangkalan dan penghargaan yang tak ada habisnya. Ditulis oleh seorang gadis remaja yang hidup dalam persembunyian selama masa penjajahan Nazi Jerman di periode Perang Dunia II, buku harian ini adalah saksi kekejaman pemerintahan Adolf Hitler serta sumber pembelajaran para ahli sejarah terhadap nasib kaum Yahudi pasca pendudukan Jerman di negara-negara tetangga (Eropa). Kisah di bawah ini bukan cerita fiksi yang dipintal oleh seorang penulis handal, bukan juga imajinasi seorang penulis amatir yang mencari ketenaran—melainkan buah pena seorang remaja berusia 13 tahun yang mau tak mau terpaksa berteman dengan “buku tulis” di tengah tragedi yang melanda Eropa di masa itu. Anne Frank dan kel

Perjalanan ke Barat (Bab Satu)

Gambar
  Perjalanan ke Barat (Bab Satu) Juni 10, 2013 Diterbitkan pertama kali pada tahun 1592, Journey to the West atau ‘Perjalanan ke Barat’ merupakan satu dari Empat Karya Klasik Terbaik Cina. Bercerita tentang perjalanan sekelompok pendeta dari Cina ke India untuk mengambil teks ajaran (kitab suci) agama Budha / Taoisme agar kemudian disebarkan ke masyarakat luas, kisah ini sudah berkali-kali diadaptasikan ke dalam berbagai platform narasi, baik itu komik, teater, film layar lebar, serial televisi, musik, tarian, video game , ataupun lukisan. Keempat tokoh yang mendominasi kisah ini pun tak luput dari perhatian masyarakat, terutama Bhiksu Tang dan Sun Go Kong, si siluman monyet yang nakal dan banyak akal. Meski begitu, tingginya popularitas kisah petualangan ini dan banyaknya adaptasi yang beredar membuat karya ini jarang dinikmati dalam bentuk aslinya (novel). ‘Perjalanan ke Barat’ terbagi ke dalam empat buku, namun dalam te

Rainer Maria Rilke, Surat Untuk Penulis Muda (1)

Gambar
Surat ini merupakan surat pertama dari kompilasi sepuluh surat yang ditulis oleh seorang penyair Jerman, RAINER MARIA RILKE , kepada seorang calon penyair muda bernama FRANZ KAPPUS yang berusia 19 tahun dan bingung memilih antara karir sebagai anggota militer atau penulis. Saat itu Kappus memutuskan untuk mengirimkan puisi-puisinya kepada seorang penyair ternama berusia 27 tahun. Tak disangka, gayung pun bersambut. Diterbitkan dalam format buku pada tahun 1929, tiga tahun setelah kematian Rilke, rangkaian surat tersebut ditulis dalam periode 6 tahun (1902-1908). Buku ini dianggap sebagai “panduan bagi penulis” oleh kalangan sastrawan dan penikmat sastra dunia, karena kualitas nasihat yang sifatnya sangat mendalam. Fiksi Lotus menghadirkan SURAT PERTAMA dari koleksi LETTERS TO A YOUNG POET karena elemen-elemen pembahasan yang unik dalam membangun pribadi seorang penulis. Selamat menikmati! FL —————– Rainer Maria Rilke Paris, 17 Februari 1903 My dear sir, Su

PULANG

Rinrin Indrianie Setelah jeda yang begitu lama, lelaki itu menghabiskan isi gelasnya dengan sekali tegukan. “Apa gunanya?” Maksudmu? “Datang ke rumah Ibu tidak akan merubah apapun.” Tapi beliau memintamu datang. “Dan aku menolak untuk pergi.” Kenapa? “Di mana salahnya?” Karena kau sudah mengecewakannya. “Aku tidak ingin membuatnya khawatir.” Ibumu peduli padamu, tidakkah itu penting? “Ya, dan karena ibuku begitu penting buatku, aku tidak ingin menemuinya. Tidak saat aku dalam keadaan begini.” Maksudmu kau tidak ingin dikasihani, begitu? “Rasanya aku tidak perlu dihakimi seperti itu.” Jadi benar? “Apanya?” Kau tidak ingin menerima simpati. Lelaki itu terdiam. Kau tidak ingin terlihat lemah. “Seharusnya aku tidak menceritakannya padamu.” Kau manusiakan? Dan setiap manusia memiliki masalah, tidak terkecuali kau. “Aku tidak memintamu mengajariku.” Aku juga tidak sedang mengajarimu. Sekarang lelaki itu menghela nafas, lelah. “Sebetulnya apa

KOMA

Adeste Adipriyanti Kuletakkan gagang telepon. Aku mulai terisak. Tentulah bukan sebuah berita menggembirakan yang baru saja kudengar. Berita perpisahan pahit dari orang yang sangat kusayangi. Mendadak kamar kosku jadi gelap dan sempit. Suara-suara menjauh, menyuramkan suasana. Aku terkulai lemas memegangi lututku yang bergetar, terlarut dalam kesedihan tak terbendung. Kamar kos, Jumat pukul 06.00 Tangisku mulai mereda. Aku tidak pernah merasakan campuran emosi seperti ini. Kini aku tidak tahu harus bagaimana melangkah tanpa sosoknya.  Mataku tak sengaja menangkap sebuah foto yang terpajang di sudut ruangan. Fotoku dengannya, di rumahnya yang teduh beberapa bulan yang lalu. Dan kini ia telah pergi. Bagaimana mungkin masa-masa ceria kami dengan cepat berganti kelabu. Begitu cepatnya Oma Tara meninggalkan kami. Hal ini tidak mungkin terjadi, Oma masih punya empat tahun lagi untuk hidup. Aku meraih dompetku dan mencari-cari secarik kertas merah. Tertera serangkaian hu

raksasa egois

Oscar Wilde | (diterjemahkan oleh Clara Ng) Setiap petang, saat pulang dari sekolah, sekelompok kanak-kanak pergi ke kebun Raksasa untuk bermain-main. Kebun itu sangat luas dan cantik, dengan bentangan rumput hijau yang empuk. Dari ujung ke ujung, bunga-bunga betebaran di antara rerumputan bagaikan bintang-gemintang. Ada dua belas pohon persik yang di Musim Semi mengubah dirinya menjadi kelopak-kelopak berwarna merah jambu dengan semburat kilau mutiara, sementara di Musim Gugur, pohon itu mempersembahkan buahnya yang lezat. Burung senang hinggap di batang pohon dan bersiul sangat merdu, sampai-sampai kanak-kanak itu berhenti bermain untuk menikmati suara indah sang burung. ‘Betapa riangnya kami di kebun ini!’ mereka saling berseru-seru satu sama lain. Suatu hari, Raksasa kembali pulang. Dia memang sempat pergi selama tujuh tahun untuk mengunjungi sahabatnya, Raksasa dari Cornish. Selepas tujuh tahun, setelah dia menyampaikan kepada sahabatnya semua yang ingin dia kat