What is a KEMERDEKAAN ?
KEMERDEKAAN
oleh ; Rika seprianti
- (kata benda) di saat suatu negara meraih hak kendali penuh atas seluruh wilayah bagian negaranya.
- (kata benda) di saat seseorang mendapatkan hak untuk mengendalikan dirinya sendiri tanpa campur tangan orang lain dan atau tidak bergantung pada orang lain lagi.
Makna Proklamasi Kemerdekaan
Kemerdekaan mengandung makna yang sangat penting bagi semua bangsa di
dunia. Hal tersebut karena kemerdekaan berarti dari penjajahan dan
penguasaan bangsa lain.
1. Makna Kemerdekaan bagi suatu Bangsa
Setiap individu atau manusia dilahirkan bebas dan sederajat dalam
martabat dan kedudukannya. Setiap individu bebas menentukan bnya sendiri
tanpa campur tangan atau tekanan dari manapun. Manusia sebagai individu
juga bebas bergaul dan berkelompok dengan individu yang lain. Dari
sinilah terbentuk suatu kelompok karena memang manusia tidak dapat hidup
sendiri. Munculnya kelompok manusia di suatu tempat, dibuatnya aturan
bersama, dan adanya cita-cita yang akan dicapai bersama, akan mendorong
terbentuknya suatu bangsa. Hal yang sama diungkapkan oleh Joseph Ernest
Renan, yang mengemukakan bahwa, satu kelompok manusia yang mau bersatu
akan memunculkan suatu bangsa.
Setiap bangsa di dunia berhak untuk hidup bebas atau merdeka.
Kemerdekaan suatu bangsa mengandung dua makna, yaitu bebas dari
penjajahan dan bebas untuk menentukan nasibnya sendiri.
a. Bebas dari Penjajahan
Bangsa yang bebas dari penjajahan akan memungkinkan rakyatnya membangun
negaranya dan bebas mengarahkan pembangunannya tidak dibatasi atau
dipaksa oleh peraturan-peraturan yang dibuat oleh penjajah. Penjajahan
berarti penguasaan atas segala hal dan pihak yang dijajah tidak memiliki
kekuasaan untuk melakukan sesuatu karena telah dikuasai oleh penjajah.
Adapun kemerdekaan berarti puncak perjuangan untukmembaskan dan
melepaskan diri dari ikatan atau tekanan bangsa atau orang lain. Namun,
tercapainya kemerdekaan bukan berarti perjuangan boleh berhenti,
melainkan kemerdekaan juga harus diisi dengan perjuangan membangun
bangsa dan negara.
b. Bebas untuk Menentukan Nasibnya Sendiri
Bangsa yang merdeka berarti harus menentukan nasibnya sendiri, tidak
lagi bergantung pada penjajah. Kemajuan bangsa ditentukan kemampuan dan
kemauan bangsa itu sendiri untuk menentukan nasibnya. Adapun kemerdekaan
merupakan jembatan emas untuk mencapai tujuan yang lebih mulia
2. Penderitaan Rakyat di Bawah Penjajahan
"Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh
sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak
sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan". Pernyataan yang
terdapat pada Pembukaan UUD 1945 di atas sangat jelas menekankan bahwa
penjajahan memiliki sifat tidak berperikemanusiaan dan berperikeadilan.
Penjajah tidak menghargai kemanusiaan bangsa terjajah dan ketidakadilan
akan terjadi. Pernyataan itu diungkapkan oleh E.F.E. Douwes Dekker dalam
Kolonialisme Menguasai. la menyebutkan bahwa penjajahan akan mengabdi
kepada keserakahan dan untuk memenuhi keserakahannya digunakanlah cara
yang paling mudah. dan murah, yaitu rakyat yang terjajah harus dibiarkan
lemah, baik lahir, maupun batin. Penjajahan sebuah negara terhadap
negara lain di dunia ini, pada hakikatnya merupakan pelanggaran terhadap
hak asasi manusia.
Rakyat benar-benar menderita akibat penjajahan. Penderitaan terjadi
dalam berbagai bidang antara lain politik, hukum, ekonomi sosial budaya,
pendidikan, dan fisik. Secara politik dan hukum, rakyat tidak memiliki
kekuasaan apa-apa, bahkan para raja di Indonesi. yang berkuasa pada masa
lalu pun berhasil dikuasai dan diadu domba oleh penjajah. Kamu tentu
masih ingat dengan politik devide et impera yang diberlakukan oleh
penjajah Belanda untuk mengadu domba antara satu kekuasaan dan kekuasaan
lain, serta mengambil keuntungan dari perseteruan tersebut.
Secara ekonomi, rakyat semakin miskin dan sulit hidup karena. uang dan
hasil bumi Indonesia sebagian besar dibelanjakan dan digunakan untuk
kepentingan penjajah. Secara sosial budaya, rakyat sebagai penduduk
pribumi menjadi penduduk nomor dua yang harus tunduk dan mengalah kepada
penjajah. Pada saat itu, tidak semua penduduk Indonesia memperoleh
pendidikan yang memadai. Hanya anak-anak dari golongan bangsawan atau
pejabat pernerintah. yang memperoleh kesempatan mengenyam pendidikan.
Hak untuk mendapatkan pendidikan agar lebih pandai sangat terbatas,
akibatnya. banyak penduduk Indonesia yang bodoh dan terbelakang.
Secara fisik, rakyat sangat tersiksa dengan diberlakukannya berbagai
aturan kerja paksa yang hanya menguntungkan pihak. penjajah. Misalnya,
rodi pada saat penjajahan Belanda dan romusa pada masa pendudukan
Jepang. Kamu tentu sudah mengetahui bahwa negara kita sudah dijajah oleh
beberapa negara asing, antara lain Belanda, Inggris, dan Jepang. Dari
ketiga negara tersebut, Belanda adalah negara yang paling lama menjajah,
yaitu mencapai 350 tahun. Namun, pada masa pendudukan Jepang-lah,
Indonesia merasakan. penderitaan yang sangat berat.
Penjajahan Belanda di Indonesia dimulai dengan didirikannya Vereenigde
Oost Indische Compagnie (VOC) atau kongsi dagang Belanda di Indonesia
pada 1602 di Batavia (Jakarta). Pada awal didirikannya, tujuan VOC
bukanlah menjajah Indonesia, namun berusaha menguasai perdagangan di
wilayah Indonesia. Keinginan untuk menguasai perdagangan merupakan
tujuan dari politik imperialisme kuno.
Pada perkembangannya, VOC yang memiliki hak istimewa dari pemerintah
Belanda semakin memaksakan kehendaknya kepada perusahaan-perusahaan
perdagangan lokal. Akibatnya, muncul perseteruan antara VOC dan
pengusaha lokal. Selain itu, VOC berusaha menjalankan sistem monopoli
dengan menguasai seluruh kegiatan perdagangan di Nusantara. VOC pun
menggunakan kekuatan untuk mempertahankan monopoli perdagangannya.
Praktik monopoli VOC dengan memaksakan kekuasaannya terhadap
kerajaan-kerajaan di Nusantara mengakibatkan penderitaan bagi rakyat.
VOC tidak segan melakukan kekerasan, peperangan, dan tindakan kejam
untuk memaksakan kekuasaannya. Cara adu domba, tipu muslihat, campur
tangan terhadap urusan internal kerajaan-kerajaan di Indonesia pun
dijalankan. Oleh karena itu, dalam catatan sejarah Indonesia banyak
kerajaan-kerajaan dan penguasa lokal di Indonesia berhasil dikuasai dan
tunduk kepada kebijakan VOC.
Meskipun demikian umur kejayaan VOC tidak lama. VOC harus dibubarkan
pada 1799 akibat korupsi dan banyaknya biaya yang dikeluarkan untuk
menumpas berbagai pemberontakan rakyat. Namun, bukan berarti penjajahan
berhenti.
Situasi politik dunia ternyata ikut mempengaruhi situasi politik di
Indonesia. Kekalahan Belanda dari Prancis menyebabkan Indonesia jatuh ke
tangan Prancis. Prancis mengangkat Herman Willem Daendels sebagai
gubernur jenderal di Indonesia. Pada masa perintahannya, rakyat
Indonesia terutama di Pulau Jawa harus .menderita karena pembangunan
jalan raya yang kita kenal sekarang
sebagai Jalur Pantai Utara yang menghubungkan Anyer-Panarukan. Zselain itu
Daendels membebani rakyat yang sudah bekerja pada proyek tersebut dengan
pajak yang cukup besar. Daendels juga membentuk pasukan militer,
membangun benteng pertahanan, dan jaringan lain untuk mendukung
militernya.
Pada 1811, Inggris menyerbu Batavia dan berhasil menguasai Pulau Jawa
dalam waktu singkat. Pemerintah Inggris mengangkat Letnan Jenderal
Thomas Stamford Raffles untuk memerintah di wilayah Indonesia. Dalam
memerintah, Raffles lebih liberal dibandingkan Daendels. Raffles
berusaha menghapuskan sistem kerja paksa (rodi), perbudakan, dan
menghapus segala bentuk pajak.
Kekuasaan Inggris pun tidak bertahan lama dan Indonesia kembali dikuasai
Belanda di bawah Gubernur jenderal Van den Bosch. Vanden Bosch
memberlakukan sistem tanam paksa. (cultuur stelsel) dengan tujuan
mengisi kekosongan kas negara akibat perlawanan rakyat di berbagai
daerah. Berbagai perlawanan rakyat di berbagai daerah di Indonesia pun
terus berlangsung, seperti perlawanan Pattimura, Pangeran Diponegoro,
Pangeran Antasari, dan Teuku Umar.
Pada perkembangannya, perlawanan terhadap penjajahan tidak hanya
dilakukan dengan fisik, tetapi juga dengan nonfisik. Para pemuda.
Indonesia yang berpikiran lebih modern pada abad ke-19 juga ikut melawan
penjajahan, yaitu dengan perjuangan nonfisik. Mereka antara. lain:
Soetomo, Tjipto Mangunkusumo, Ahmad Dahlan, Tjokroaminoto, dan Ki Hajar
Dewantara.
Perjuangan nonfisik mereka lebih dilandasi oleh nasionalisme atau cinta
tanah air. Dengan terang-terangan beberapa di antara mereka menentang
penjajahan dan penderitaan yang ditimbulkannya.
Masa penjajahan Belanda berakhir ditandai dengan ditandatanganinya
penyerahan tanpa syarat Belanda. kepada Jepang pada 8 Maret 1942.
Pada masa pendudukan Jepang, rakyat Indonesia harus menjadi romusha
(buruh kerja paksa) untuk membangun bangunan-bangunan vital milik
Jepang. Mereka tidak mendapatkan upah atas pekerjaannya, meskipun mereka
harus bekerja tanpa istirahat dan makan yang mencukupi. Selain itu,
Jepang juga mewajibkan rakyat menyetorkan sebagian besar hasil panennya
kepada pemerintah Jepang sehingga rakyat menderita. kelaparan. Bahkan
pada masa itu, rakyat hanya makan ubi jalar, keladi, atau bekicot.
Jepang juga menyita barang-barang berharga atau kekayaan milik rakyat.
Berbagai bangunan pemerintah juga dikuasai dan disita. Tidak hanya itu,
anak-anak kecil di bawah umur juga sudah harus mengikuti latihan
militer.
Semua kebijakan yang diberlakukan oleh pemerintah pendudukan Jepang
tidak lain untuk mendukung Perang Pasifik. Dalam perang tersebut, Jepang
membutuhkan bukan hanya tenaga manusia, baik romusha atau tentara,
melainkan juga sumber daya alam, seperti bahan tambang dan minyak. Semua
hasil kekayaan alam Indonesia dikeruk untuk kepentingannya. melawan
Sekutu tanpa memedulikan penderitaan rakyat Indonesia.
Mengingat penderitaan dan pengalaman yang dialami oleh bangsa Indonesia
dan pengalaman negara-negara lain di dunia yang pernah dijajah, bangsa.
Indonesia berjuang untuk merdeka. Melalui tahapan perlawanan fisik pada
masa penjajahan Belanda, kebangkitan nasional, Sumpah Pemuda, dan
pendudukan pemerintahan Jepang, tercapailah puncak perjuangan bangsa
Indonesia, yaitu Proklamasi Kemerdekaan, 17 Agustus 1945.
3. Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Pada 7 September 1944, pemerintah Jepang melalui Perdana Venteri Koiso
Kuniaka mengambil kebijakan politik khusus untuk Indonesia yang pada
intinya memberikan janji kemerdekaan bagi bangsa Indonesia. Janji
tersebut disampaikan oleh pemerintah Jepang ketika kekuasaannya di Asia
mulai terancam. Janji tersebut mulai direalisasikan dengan dibentuknya
Dokuritzu Zyunbi Tyoosakai atau Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Pengumuman pembentukan BPUPKI ini
dilakukan oleh Jenderal Harada Kuma Kiachi pada 1 Maret 1945.
Adapun tugas BPUPKI, yaitu mempelajari dan menyelidiki hal-hal penting
yang berhubungan dengan segi-segi politik, ekonomi, tata pemerintahan,
dan lain-lainnya yang diperlukan dalam usaha pembentukan negara
Indonesia merdeka. Pengumuman dan pengangkatan keanggotaan BPUPKI
dilakukan oleh Letnan Jenderal Nagano Yoichiro pada tanggal 29 April
1945. Pada pengumuman tersebut yang diangkat sebagai ketua BPUPKI adalah
Dr. Radjiman Wediodiningrat dan dibantu oleh dua orang ketua muda,
yaitu R.P. Suroso dan seorang berkebangsaan Jepang yang bernama
Ichibangase Yoshio. Bersama dengan itu, juga diangkat 60 orang sebagai
anggota BPUPKI yang berasal dari berbagai komponen masyarakat.
Pelantikan anggota BPUPKI dilaksanakan pada 28 Mei 1945.
Untuk melaksanakan tugasnya, BPUPKI mengadakan sidang sebanyak dua kali.
a. Sidang I (29 Mei -1 Juni 1945)
Hasil sidang I BPUPKI, yaitu lahirnya Pancasila yang diusulkan oleh Ir. Soekarno.
b. Sidang (10 Juli-16 Juli 1945)
Hasil sidang II BPUPKI, yaitu:
1) dibentuknya Panitia Perancang Undang-Undang Dasar dengan ketuanya Ir. Soekarno;
2) dibentuknya Panitia Pembela Tanah Air dengan ketuanya Abikusno T; dan
3) dibentuknya Panitia Keuangan dan Perekonomian dengan ketuanya Drs. Mohammad Hatta.
Dengan selesainya sidang tersebut, maka BPUPKI telah selesai
menghasilkan rancangan dasar filsafat negara bagi negara Indonesia eka
beserta Undang-Undang Dasarnya.
Pada 6 Agustus 1945, bom atom pertama Amerika Serikat
dijatuhkan di Hirosima dan keesokan harinya, pada 7 Agustus BPUPKI
dibubarkan oleh pemerintah Jepang. Sebagai gantinya dibentuk Dokuritzu
Zyunbi Inkai atau Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Tugas
PPKI adalah mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan akan
diserahkannya kekuasaan pemerintah dari Jepang kepada. bangsa.
Indonesia. PPKI kelak bertugas menetapkan Undang-Undang Dasar Negara.
Indonesia.
Bom kedua dijatuhkan di Kota Nagasaki pada. 9 Agustus 1945. Keadaan ini
melumpuhkan pemerintahan Jepang. Akhirnya, Jepang menyerah tanpa syarat
pada 15 Agustus 1945. Berita kekalahan Jepang didengar oleh pemuda
Indonesia yang mendesak segera diproklamasikannya kemerdekaan
Indonesia.
Pada 16 Agustus 1945, In Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta tidak dapat
ditemukan di Jakarta. Mereka dibawa oleh para pemuda ke garnisun Peta di
Rengasdengklok. Para pemuda mendesak agar segera. dilaksanakannya
Proklamasi dan disusunnya. teks Proklamasi. Akhirnya, teks Proklamasi
disusun di rumah Laksamana Maeda dan ditandatangani oleh Ir. Soekarno
dan Drs. Mohammad Hatta.
Pada keesokan harinya, 17 Agustus 1945 pukul 10.00 WIB, di Jalan
Pegangsaan Timur No. 56, In Soekarno membacakan teks Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia. Pernyataan proklamasi tersebut telah menunjukkan
lahirnya Indonesia sebagai negara merdeka yang bebas dari penjajahan.
Kalimat di atas dengan jelas menyatakan bahwa bangsa. Indonesia telah
merdeka dan berdiri sendiri. Proklamasi kemerdekaan menunjukkan bahwa.
Indonesia telah bebas dari penjajahan dan berhak menentukan nasib
bangsanya. Proklamasi kemerdekaan telah menempatkan Indonesia sejajar
dengan bangsa-bangsa lain di dunia yang sudah merdeka. Selain itu,
kemerdekaan Indonesia juga dapat mendorong bangsa-bangsa yang masih
terjajah untuk menyatakan kemerdekaannya.
Adapun makna Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, yaitu sebagai berikut.
a. Sebagai jembatan emas menuju Indonesia yang lebih baik. Kemerdekaan
telah memberikan jalan untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.
Sebuah negara yang dijajah, tentu tidak dapat mewujudkan kesejahteraan
bagi rakyatnya. Sebaliknya, justru membuat rakyat menderita. Lepasnya
Indonesia dari hukum kolonial dan kebijakan politik Jepang. Berakhirnya
penjajahan berarti berakhir pula masa berlaku hukum penjajah. Semua
peraturan penjajah tidak berlaku dan diganti dengan hukum nasional.
Dengan demikian, Proklamasi Kemerdekaan RI dapat disebut sebagai sumber
tertib hukum pertama di Indonesia
Pengakuan
tanggal kemerdekaan Indonesia oleh Belanda adalah peristiwa di mana
Belanda akhirnya mengakui bahwa kemerdekaan Indonesia adalah tanggal 17
Agustus 1945 sesuai dengan proklamasi kemerdekaan Indonesia, bukan
tanggal 27 Desember 1949 saat soevereiniteitsoverdracht (penyerahan
kedaulatan) ditandatangani di Istana Dam, Amsterdam. Pengakuan ini baru
dilakukan pada 16 Agustus 2005, sehari sebelum peringatan 60 tahun
proklamasi kemerdekaan Indonesia, oleh Menlu Belanda Bernard Rudolf Bot
dalam pidato resminya di Gedung Deplu. Pada kesempatan itu, Pemerintah
Indonesia diwakili oleh Menlu Hassan Wirajuda. Keesokan harinya, Bot
juga menghadiri Upacara Kenegaraan Peringatan Hari Ulang Tahun ke-60
Kemerdekaan RI di Istana Negara, Jakarta. Langkah Bot ini mendobrak tabu
dan merupakan yang pertama kali dalam sejarah.
Pada
4 September 2008, juga untuk pertama kalinya dalam sejarah, seorang
Perdana Menteri Belanda, Jan Peter Balkenende, menghadiri Peringatan HUT
Kemerdekaan RI. Balkenende menghadiri resepsi diplomatik HUT
Kemerdekaan RI ke-63 yang digelar oleh KBRI Belanda di Wisma Duta, Den
Haag. Kehadirannya didampingi oleh para menteri utama Kabinet Balkenende
IV, antara lain Menteri Luar Negeri Maxime Jacques Marcel Verhagen,
Menteri Hukum Ernst Hirsch Ballin, Menteri Pertahanan Eimert van
Middelkoop, dan para pejabat tinggi kementerian luar negeri, parlemen,
serta para mantan Duta Besar Belanda untuk Indonesia.
Hakikat Kemerdekaan
Sekadar memberi makna seperti apakah kemerdekaan itu? Tentu masing-masing kita bisa saja mengungkapkannya sesuai dengan apa yang kita pahami dan kita rasakan sendiri. Bisa jadi merdeka itu ada yang mengartikan seperti yang dirasakan anak-anak kecil di kampung yang mengibar-ngibarkan bendera kasana-kemari menyambut peringatan hari 17 Agustus-an.
Bisa juga (mungkin) seperti (maaf) abang becak yang tertidur pulas di becaknya menunggu penumpang, atau seperti seorang ilmuwan yang bebas berekpresi dan bereksperimen, atau bebas seperti seniman berkreasi dengan improvisasinya, atau seperti sang pujangga yang menyanjung dan berfantasi dengan puisi-puisi rindu cintanya kepada kekasih pujaan hati.
Bahkan jangan-jangan ada pula yang mengartikan merdeka itu seperti pemimpin yang bebas menikmati “kekuasaannya”, dan pastinya masih banyak lagi makna yang lain, pun pembaca boleh saja memberi tafsir tersendiri tentang apa itu kemerdekaan.
Dalam memberi makna hakikat kemerdekaan, ada sepenggal bait syair dari penyair Arab Yazid bin Mufrigh al-Hamiry, yang dalam hal ini relatif bersesuaian untuk menjadi dasar makna apa itu merdeka. Pada salah satu baitnya beliau mengatakan: al-hurru takfihil isyaroh wal ‘abdu yuqro’u bil ‘asho, yang artinya kurang lebih sebagaimana yang tersirat pada awal tulisan ini.
Lewat petikan syair ini sang penyair menerangkan tentang perbedaan yang hakiki antara orang yang merdeka dan orang yang belum merdeka; masih menjadi budak (hamba sahaya), yang kehidupannya masih dikuasai serta terjajah oleh pihak lain. Digambarkan sebagai akibat fatal dari keadaan raganya yang tidak merdeka ini, seorang budak secara kejiwaan dan wawasan berpikirnyapun turut serta terbelenggu, kerdil, dan tidak berkembang.
Cerita tentang keberadaan budak (manusia yang tidak merdeka), pada zaman dimana masih berlangsungnya praktik perbudakan, eksistensi mereka (para budak) sama saja seperti halnya benda yang bisa dimiliki, dimanfaatkan, dirusak, disakiti, bahkan merekapun bisa dijual-belikan oleh sang empunya kalau mau.
Jiwa raga mereka sangat terkekang dan tidak memiliki kebebasan, selalu dalam ketakutan. Akibat yang terjadi adalah, seorang budak tidak akan melakukan sesuatu kecuali atas kehendak tuannya. Keadaan ini berbanding terbalik, dan sangat berbeda dengan orang yang merdeka; bebas tidak dikendalikan oleh siapapun, mau berbuat apa saja tidak takut, karena jiwa raganya hanya dia sendiri yang memilikinya.
Konon dulu kehidupan seorang budak sangat tergantung sekali dengan majikannya, sehari-hari hanya menunggu perintah yang harus dikerjakannya. Si budak tidak akan berani berbuat ini dan itu kecuali apabila tuannya yang memerintahkan. Karena dia tahu kalau melakukan sesuatu tanpa disetujui tuannya, pasti akan dimarahi dan akibatnya akan disakiti atau disiksa, (Ingatkah kita akan kisah Bilal bin Rabah budak kepada Umayyah bin Khalaf yang mengalami siksaan berat karena melakukan hal yang tidak dikehendaki majikannya?).
Akibat dari keadaan yang terakumulasi sekian lama, kondisi psikologis seorang budak akan selalu terkekang baik jiwa maupun raganya, lahir serta bathinnya, bahkan mindset pikirannya juga ikut beku tidak terbiasa merespon dan mengambil prakarsa untuk bertindak. Sebagai contoh seandainya dihadapan dia ada sesuatu yang bisa mencelakakan orang, dia tidak akan menyingkirkannya karena takut perbuatannya itu dipandang salah majikannya, bahkan bila ada isyarat untuk menyingkirkannya, dia juga tidak melakukannya karena fikirannya tidak terbiasa digunakan untuk mengerti akan isyarat atau tanda. Dia baru akan melakukan jika disuruh (dipukul) untuk melakukan oleh majikannya.
Iktibar dari cerita di atas adalah setiap manusia memiliki hak kemerdekaan dalam hidupnya, keadaan yang mengekang dan menjajah kita, bisa saja menyebabkan jiwa dan raga bahkan wawasan berfikir kita tidak berkembang dan takut untuk berbuat dan mengambil risiko.
Tetapi memiliki jiwa yang merdeka lebih penting dan menjadi keutamaan bagi setiap orang untuk memilikinya, setelah itu tentu raga kita juga harus merdeka.
Dalam hal ini pepatah Arab juga mengingatkan kepada kita tentang pentingnya jiwa kita yang merdeka, karena dengannyalah kejatidirian manusia mewujud dan dihargai: Aqbil ’alan nafsi wastakmil fadhailaha, Fa-anta bin nafsi la biljismi insanu. Artinya kurang lebih sebagai berikut: Berikanlah perhatian pada jiwa, dan sempurnakan keutamaannya, sebab dengan jiwa itulah kamu disebut manusia bukan dengan badanmu.
Di alam kemerdekaan ini masih banyak kita jumpai, sebagian dari saudara-saudara kita yang ternyata masih belum “merdeka” jiwanya, boleh jadi raga dan lahir mereka merdeka tapi wawasan dan mindset berfikir mereka masih terkungkung seperti budak, buktinya untuk menjalankan hal-hal yang baik, benar, dan bermanfaat saja masih harus disuruh-suruh, iingatkan, dibuatkan peraturannya, ditunjukkan contohnya, bahkan harus ditegur dulu, diperingatkan dulu, dan dihukum dulu baru mau melakukannya.
Dari sini bisa dipahami kalau pahlawan kemerdekaan kita sejak zaman penjajahan Belanda mengutamakan dan mendahulukan kondisi kemerdekaan jiwa dibanding lainnya, seperti tertuang dalam lagu kemerdekaan Indonesia Raya: “Bangunlah jiwanya, Bangunlah badannya untuk Indonesia Raya”.
- Kemerdekaan mengemukakan pendapat secara bebas dan bertanggung jawab dimaksudkan untuk menempatkan tanggung jawab sosial kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, tanpa mengabaikan kepentingan perorangan atau kelompok.
Oleh karena itu, ada beberapa asas yang harus ditaati
dalam kemerdekaan mengemukakan pendapat di muka umum (Pasal 3 UU No. 9
Tahun 1998), yaitu:
- asas keseimbangan antara hak dan kewajiban,
- asas musyawarah dan mufakat,
- asas kepastian hukum dan keadilan,
- asas proporsionalitas, dan
- asas manfaat.
Kewajiban dan tanggung jawab warga negara dalam
melaksanakan kemerdekaan mengemukakan pendapat secara bebas dan
bertanggung jawab di muka umum (Pasal 6 UU No. 9 Tahun 1998) terdiri
atas:
- menghormati hak-hak dan kebebasan orang lain,
- menghormati aturan-aturan moral yang diakui umum,
- menaati hukum dan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku,
- menjaga dan menghormati keamanan dan ketertiban umum, dan
- menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa.
Pada sisi lain aparatur pemerintah memiliki kewajiban
dan tanggung ja-wab dalam melaksanakan kemerdekaan mengemukakan pendapat
secara bebas dan bertanggung jawab di muka umum (Pasal 7 UU No. 9 Tahun
1998), yaitu:
- melindungi hak asasi manusia,
- menghargai asas legalitas,
- menghargai prinsip praduga tidak bersalah, dan
- menyelenggarakan pengamanan.
Sedang masyarakat berhak berperan serta secara
bertanggung jawab agar penyampaian pendapat di muka umum dapat
berlangsung secara aman, tertib, dan damai (Pasal 8 UU No. 9 Tahun
1998). Bentuk penyampaian pendapat di muka umum dapat dilaksanakan
dengan unjuk rasa atau demonstrasi, pawai, rapat umum, atau mimbar
bebas. Unjuk rasa atau demonstrasi sebagai salah satu bentuk penyampaian
pendapat di muka umum adalah kegiatan yang dilakukan oleh seorang atau
lebih untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya
secara demonstratif di muka umum.
Komentar
Posting Komentar